“Coba lihat,” teriakanmu seketika memisahkan kepalaku dari lamunan yang tengah aku ciptakan bersama jendela dan atap bangunan menjulang yang nyaris sejajar dengan tinggi kita, “ bulannya sangat indah.” Kuikuti arah telunjukmu, menatap sesuatu yang kau sebut indah itu. Jujur, aku lebih suka bulan sabit, jauh lebih cantik. “Kau bayangkan, seandainya malam benar-benar menelan alam dengan hitam…” Oh, aku tahu sesuatu yang lebih pasti. Ielah suaramu yang hilang ditelan bebunyian kendaraan yang berlalu-lalang di belakang kita. Bagaimanapun, kita tidak sedang berada di kafe temaram atau longue yang sangat nyaman. Kau tahu, aku sempat frustrasi saat pertama kali kau mengajakku ke tempat ini. Dalam mimpi sekalipun, aku tak pernah berani memikirkan diriku duduk pada pembatas sisi jalan layang sambil berbincang dengan seseorang atau hanya sekadar menikmati malam. Terlalu berbahaya untukku. “Kebisingan dan sedikit ketegangan di sini akan memberimu kedamaian dalam bentuk lain,” meski kutahu kau han...
Open Your Mind and Break The Illusion