Cake dan sisa pizza, gak bikin sembuh, tapi setidaknya bikin kenyang... T_T
Thursday, December 27, 2012
Konsep tentang Pengharapan dan Pemberian
Ini gw baca tadi siang... sebuah konsep tentang pengharapan dan pemberian. Sebuah kunci
sederhana tentang hidup bahagia.
Anggaplah X adalah pemberian dan Y adalah pengharapan. Dengan konsep pembagian sederhana x/y sebagai hasil untuk apa yang kita dapatkan..
Anggaplah X adalah pemberian dan Y adalah pengharapan. Dengan konsep pembagian sederhana x/y sebagai hasil untuk apa yang kita dapatkan..
Ambil contoh X (pemberian) adalah 6 dan Y (pengharapan) adalah 3, maka
x/y yang kita dapatkan adalah 2...
Ambil contoh pemberian (X) adalah 5 dan pengharapan dari apa yang sudah
kita berikan (Y) adalah 10, maka yg kita dapatkan adalah 5/10 atau hanya
0,5.
Lalu bagaimana yg paling baik?
Yg paling baik adalah berikan sebanyak-banyaknya dan berharaplah NOL.
Karena bilangan dibagi nol sama dengan....
Tak terhingga. :)
Monday, December 10, 2012
Stranger
Crazy, cause you're all I'm after.
Its a pleasure, It was nice to have met you.
And I'll remember
to never for get you.
Cause when I'm excited,
I don't hide it, just to let you know
I'm feeling you baby from bottom to the top,
how could I not stop to say hello
So hello there,
How are you amazing
It's nice to finally meet you,
Been patiently waiting,
been waiting just to see you,
to tell you I dreamed you,
now I found you so call off the search
cause I found my stranger.
Stranger, till they call your name
It's amazing, its a simple thing.
I see you walking, don't you walk too far.
I may be neverous but I wanna be where you are.
Strangest thing that I ever did feel,
I had to make you smile just to prove its real,
it was the lack of starving attention??
So if you're feeling the symptoms today
all you gotta do is say...
Hello there...
How are you amazing
It's nice to finally meet you,
Been patiently waiting,
been waiting just to see you,
to tell you I dreamed you,
now I found you so call off that search
cause I found my stranger.
.
Cause I found my stranger...
Saturday, November 24, 2012
If This Is A Man
Satu bulan yang lalu seorang kawan memberi buku yang udah agak lama saya cari... entah mungkin dia baca twitt saya beberapa hari sebelumnya. Tau-tau dia sudah menyodorkannya di depan saya...
Buku ini pertama kali terbit pada tanggal 11 Oktober 1947, dengan judul "If This Is A Man". Ditulis oleh seorang ahli kimia Italia yang disebut Primo Levi yang juga sebagai pelaku utama. Buku ini bercerita tentang sebelas bulan yang dia habiskan di kamp konsentrasi Auschwitz dari Februari 1944 sampai pembebasan tahun berikutnya.
Levi dikirim ke kamp kematian bersama dengan ratusan orang Yahudi Italia yang lainnya. Dia awalnya ditangkap sebagai anggota perlawanan Italia, tapi 'terhindar' eksekusi setelah diketahui bahwa dia seorang Yahudi. Setelah Nazi mengambil alih dan menjalankan pemerintahan di Italia, dia dideportasi ke Auschwitz.
Dia kembali ke Italia setelah perang, dan mulai bekerja lagi sebagai seorang ahli kimia, dan mulai menuangkan di atas kertas semua kenangan tentang kengerian yang pernah disaksikan dan diderita di kamp konsentrasi.
Ini adalah salah satu buku yang paling penting pada periode itu. Berisi rincian kondisi yang dialami oleh para tahanan Yahudi di Auschwitz, penderitaan yang mereka alami dan kematian tak terelakkan dari sebagian besar dari mereka. If This Is A Man merupakan kronologis kebiadaban manusia terhadap manusia, sesuatu yang tampaknya begitu sukar dimengerti namun benar-benar terjadi di Eropa sekitar tujuh puluh tahun yang lalu. Fakta bahwa buku ini diterbitkan adalah bukti luar biasa perjuangan untuk bertahan hidup seorang Levi. Dari 650 Yahudi Italia yang dikirim ke Auschwitz dalam transportasi yang sama, dia adalah salah satu dari hanya 20 orang yang selamat.
Pasca-perang, Primo Levi bertekad untuk mencatat kengerian kamp-kamp konsentrasi Nazi sebagai saksi hidup untuk apa yang telah terjadi, sementara dia juga tetap didera rasa bersalah sebagai korban ketika sebagian besar tawanan yang lain tewas. Sayangnya, ia meninggal pada tanggal 11 April 1987 ketika ia jatuh dari atas lantai tiga di rumahnya. Apakah itu bunuh diri atau kecelakaan, tidak ada seorang pun yang tahu. Pada saat kematiannya, tawanan kamp konsentrasi lain yang selamat, Elie Wiesel, menulis memoar, dia mengatakan bahwa 'Primo Levi meninggal di Auschwitz empat puluh tahun sebelumnya."
If This Is A Man sangat sering diterbitkan bersama buku yang lain dari memoar Levi, The Truce yang menceritakan kisah perjalanannya kembali dari Uni Soviet, di mana dia telah diambil setelah Auschwitz dibebaskan, ke rumahnya di Italia.
Ini adalah buku yang luar biasa dan sangat menyentuh, dan yang benar-benar paling penting sebagai pengingat, dan peringatan, dari apa yang mampu orang lakukan dalam keadaan tertentu.
Buku ini pertama kali terbit pada tanggal 11 Oktober 1947, dengan judul "If This Is A Man". Ditulis oleh seorang ahli kimia Italia yang disebut Primo Levi yang juga sebagai pelaku utama. Buku ini bercerita tentang sebelas bulan yang dia habiskan di kamp konsentrasi Auschwitz dari Februari 1944 sampai pembebasan tahun berikutnya.
Levi dikirim ke kamp kematian bersama dengan ratusan orang Yahudi Italia yang lainnya. Dia awalnya ditangkap sebagai anggota perlawanan Italia, tapi 'terhindar' eksekusi setelah diketahui bahwa dia seorang Yahudi. Setelah Nazi mengambil alih dan menjalankan pemerintahan di Italia, dia dideportasi ke Auschwitz.
Dia kembali ke Italia setelah perang, dan mulai bekerja lagi sebagai seorang ahli kimia, dan mulai menuangkan di atas kertas semua kenangan tentang kengerian yang pernah disaksikan dan diderita di kamp konsentrasi.
Ini adalah salah satu buku yang paling penting pada periode itu. Berisi rincian kondisi yang dialami oleh para tahanan Yahudi di Auschwitz, penderitaan yang mereka alami dan kematian tak terelakkan dari sebagian besar dari mereka. If This Is A Man merupakan kronologis kebiadaban manusia terhadap manusia, sesuatu yang tampaknya begitu sukar dimengerti namun benar-benar terjadi di Eropa sekitar tujuh puluh tahun yang lalu. Fakta bahwa buku ini diterbitkan adalah bukti luar biasa perjuangan untuk bertahan hidup seorang Levi. Dari 650 Yahudi Italia yang dikirim ke Auschwitz dalam transportasi yang sama, dia adalah salah satu dari hanya 20 orang yang selamat.
Pasca-perang, Primo Levi bertekad untuk mencatat kengerian kamp-kamp konsentrasi Nazi sebagai saksi hidup untuk apa yang telah terjadi, sementara dia juga tetap didera rasa bersalah sebagai korban ketika sebagian besar tawanan yang lain tewas. Sayangnya, ia meninggal pada tanggal 11 April 1987 ketika ia jatuh dari atas lantai tiga di rumahnya. Apakah itu bunuh diri atau kecelakaan, tidak ada seorang pun yang tahu. Pada saat kematiannya, tawanan kamp konsentrasi lain yang selamat, Elie Wiesel, menulis memoar, dia mengatakan bahwa 'Primo Levi meninggal di Auschwitz empat puluh tahun sebelumnya."
If This Is A Man sangat sering diterbitkan bersama buku yang lain dari memoar Levi, The Truce yang menceritakan kisah perjalanannya kembali dari Uni Soviet, di mana dia telah diambil setelah Auschwitz dibebaskan, ke rumahnya di Italia.
Ini adalah buku yang luar biasa dan sangat menyentuh, dan yang benar-benar paling penting sebagai pengingat, dan peringatan, dari apa yang mampu orang lakukan dalam keadaan tertentu.
Thursday, October 11, 2012
Forgiveness
My heart was heavy, for its trust had been Abused, its kindness answered with foul wrong;
So, turning gloomily from my fellow-men,
One summer Sabbath day I strolled among
The green mounds of the village burial-place;
Where, pondering how all human love and hate
Find one sad level; and how, soon or late,
Wronged and wrongdoer, each with meekened face,
And cold hands folded over a still heart,
Pass the green threshold of our common grave,
Whither all footsteps tend, whence none depart,
Awed for myself, and pitying my race,
Our common sorrow, like a mighty wave,
Swept all my pride away, and trembling I forgave!
The Love Letter
Dearest
Do you know how much in love with you I am? Did I trip? Did I stumble - lose my balance, graze my knee, graze my heart?
I know I'm in love when I see you. I know when I long to see you, I'm on fire. Not a muscle has moved. Leaves hang unruffled by any breeze. The air is still. I have fallen in love without taking a step.
You are all wrong for me and I know it, but I can no longer care for my thoughts unless they are thoughts of you.
When I am close to you, I feel your hair brush my cheek when it does not. I look away from you sometimes, then I look back. When I tie my shoes, when I peel an orange, when I drive my car, when I lie down each night without you, I remain... Yours.
The love letter. 1999
Saturday, September 15, 2012
Saat Sudah Siap, Bukan Saat Sedang Butuh
Katanya mencari cinta itu harus dalam ketenangan, tidak usah cepat-cepat mengambil keputusan untuk pacaran kalau belum ada rasa ketertarikan. Lalu setelah pacaran, tetaplah menjadi diri sendiri dan biarkan pacar merasakan kenyamanan pada saat bersama. Karena cinta haruslah menyamankan. Lalu perbedaan yang terjadi bisa dihilangkan dengan pengertian. Tapi tidak usah buru-buru…
Karena mencari pacar itu pada saat sudah siap, bukan pada saat sedang butuh.... Nah kaaann... :P
Tuesday, September 4, 2012
Note II
Alex mengurungkan niatnya untuk protes, saat
perempuan itu mengulurkan tangan memperkenalkan diri. Dilihat dari
penampilannya, usia perempuan ini tidak jauh beda dengannya.
"Samantha...
Dan kamu Alexa yang tidak mengikuti instruksiku." samantha mengenggam tangannya, dan untuk beberapa saat dia
tidak langsung melepaskannya. "Kamu seharusnya berdiri
di sana, menunggu dengan sabar, bukan nongkrong di bar." Alex baru sadar
ternyata Samantha adalah penulis catatan misterius itu.
Alex masih terdiam, mengamati dan merasa tidak menghiraukan minuman tambahan yang disimpan di depan mereka.
"Mungkin sebaiknya kita bisa minum dulu? " Samantha mendorong salah satu gelas tepat di depannya.
"Tentu
saja, terima kasih." Alex menghabiskan minumannya hanya dalam satu
tegukan dan mulai merasakan sensasi panas pada indra di dalam mulut dan
tenggorokannya. Hawa panas tidak membuat kelelawar di dalam perutnnya
berhenti mengepak, perutnya masih terasa mulas. Dia berpaling kepada
Samantha, dan dalam waktu yang bersamaan merasa terpesona oleh leher,
dan tenggorokan yang bergerak saat dia meneguk minumannya.
"Maaf, tapi aku tidak ingat pernah bertemu kamu di pesta."
Samantha
mengangguk, "Itu benar. Aku tidak berada di pesta malam itu. Aku berada di sana sebelumnya untuk bekerja, bahkan kamu sempat menilai
pekerjaanku dan meminta kartu nama yang kebetulan saat itu aku
tidak punya." Samantha memutar matanya mengejek dirinya sendiri, "Kata
Nat dia bisa memberikan satu kartu namaku nanti. Aku pikir
pertemuan ini lebih kreatif daripada hanya menelepon dan meminta kamu untuk jalan bersamaku bukan? "
"Aaahhh",
Alex tersenyum, dia mulai ingat perempuan dengan topi baseball yang
hilir mudik mendesain ruangan pesta. Dia pernah bertanya pada Nat dan
Nat bilang dia tidak yakin apakah perempuan itu straight atau gay. Jadi
saat itu dia tidak meneruskan mencari tahu.
"Jadi Nat tidak memberitahu kamu di mana aku bekerja?"
"Tidak,
tapi aku menelepon untuk meminta kamu keluar makan siang dan asistenmu
bilang kamu sedang tidak ada di tempat, jadi aku meminta alamat
darinya, dan kebetulan aku sudah tahu mobil mana yang kamu kendarai."
Ketika Samantha
menyeringai, semuanya berbinar - gigi, mata, anting - it was all too
much.
"Kamu sangat jeli rupannya." Alex berkata, terkejut dengan keterusterangan dan ketegasan perempuan yang berada di hadapannya.
"Ya..
ketika aku menghitung." Samantha menggerakan alis secara sugestif .
Dan keduannya tertawa seakan mencairkan ketegangan di antara mereka.
"Jadi," lanjut Samantha unflustered, "Apakah kamu tertarik?"
Kelelawar
yang dari tadi tidak berhenti meronta-ronta di dalam perutnya mulai
kelelahan mengepakkan sayapnnya. Minuman keras itu sudah mencapai
mereka rupannya. Alexa tersenyum, tidak yakin dia benar-benar menangkap
maksud pembicaraan Samantha.
"Dalam hal apa sebenarnya?"
"Berkencan denganku kapan-kapan?" Jawab Samantha sederhana.
Merasa berani karena pertanyaan terus terang Samantha, dia membalas, " I am out with you already, dan ya aku tertarik."
Samantha
tersenyum penuh arti, dan mengangkat alisnya yang terpahat dengan
sempurna, Dia memanggil si bartender dan memesan segelas anggur
untuknya "Hanya itu yang ingin aku dengar.", Ujarnya. Kemudian dia menyarankan mereka mencari
meja kosong.
"Mengapa kamu memintaku untuk memakai pakaian ini secara khusus?"
"Aku
ingin pastikan untuk mengenali kamu dalam gelap, dan juga karena," dia
menghirup anggurnya dan mengedipkan matanya sedikit nakal "Kamu terlihat begitu
menarik mengenakannya.".
Alex menyeringai, mengejek sambil menggeleng tidak setuju, "You are such a flirt!”
Samantha terlihat senang dengan komentar Alex , “Why, but thank you very much!”
Alex merasa perlu mengganti topic pembicaraan ke wilayah yang lebih aman, "Di mana kamu tinggal? Hobi?"
"Well
....",
Samantha menggoyangkan gelas minumannya, "Aku tinggal di Grove, tidak
memiliki hewan peliharaan karena aku jarang pulang. Sangat suka buku
sekalipun aku tidak pernah mempunyai banyak waktu
untuk membaca. Aku orang yang terlalu banyak bicara di telepon, dan
kecanduan kafein. "
“That’s all?” Alex meragukan, “No dirt?”
Samantha
tertawa, “Plenty of dirt, tapi aku akan simpan itu untuk lain waktu.
Sebenarnya, aku sudah terlalu banyak menghabiskan waktu dan energi
pada bisnisku, dan semuanya berjalan dengan baik, sehingga saat ini aku merasa dapat memiliki hidup lagi… atau semacamnya. "
"Jadi ini adalah prosedur operasi yang normal untukmu, mengirim catatan provokatif?" Alex bertanya.
Samantha
menggeleng, "Biasanya aku tidak mengejar wanita dengan begitu berani
seperti sekarang, tapi aku membuat pengecualian dalam kasusmu.
Selain itu, aku pikir kamu orang yang cukup berani."
"Oh sungguh, dan kenapa begitu?"
"Hanya
perasaan saja. kamu tahu, aku melihatmu sebelum pesta, dan hari
berikutnya aku datang lebih awal untuk membersihkan. Aku melewati
kamar anak itu dan melihatmu meringkuk di tempat tidur mobil balap
kecil itu dan Itu sangat .. ", Samantha memiringkan kepala dan memberi
Alex senyum, manis dan lembut, "Menarik." Samantha menyorongkan gelas
anggur ke samping, "Aku harus berhenti.. rasannya aku
sedang memonopoli pembicaraan. "
"Tidak
sama sekali." Hibur Alex, dia seakan tidak sadar membiarkan matanya
menjelajah kemanapun yang dia suka. Mata Samantha, pipi merah, kontras
antara bibir dan gigi lurus yang begitu rapi, telinga yang halus.
Segala sesuatu tentang wanita itu berpendar. Dia cantik, cukup cantik.
"kamu sangat cantik." Tanpa sadar alex mengakui hal ini dengan keras.
Dia meminta maaf, "Aku seharusnya tidak minum terlalu banyak!"
Samantha
tersenyum perlahan, dan menggenggam tangan Alex. "Terima kasih, aku
merasa tersanjung. Aku juga menganggap kamu sangat menarik. Apa yang
ada di pikiranmu saat menerima catatan itu? "
"Aku
pikir salah satu teman sedang membuat lelucon, tetapi kamu bisa lihat yang aku kenakan sekarang, aku tidak
yakin."
"Aku senang kamu memutuskan untuk datang."
"Aku juga."
Kelelawar
mabuk berputar dalam perutnya. Jari Samantha telah berada di antara
jemarinnya sehingga sulit untuk membedakan siapa sebenarnya yang
memegang tangan.
Samantha membuyarkan lamunan Alex "Giliranmu untuk membertahu aku semuanya."
"Apa yang benar-benar ingin kamu tahu?" Tanya Alex.
Samantha
memejamkan mata, tersenyum dan kemudian menjawab, "Aku benar-benar
ingin tahu ... semua hal yang sangat pribadi tentangmu, dan aku
lebih suka mencari tahu dari kamu secara langsung. Tapi yang paling ingin
aku tahu adalah kapan aku bisa melihatmu lagi. "
Alex
berkata dia akan menjawab pertanyaannya saat dia kembali dari toilet,
dan minta diri. Dia berhenti di tempat kartu kosong yang berada di meja
bar dan menulis catatan kecil untuk, dan tip bartender dua
puluh dolar untuk mengirimkannya segera. Kemudian dia berjalan ke pintu
keluar dan pulang.
Catatan itu berbunyi:
Samantha, sekarang kita telah saling kenal dan saya juga yakin sepertinya kita saling menyukai satu sama lain. Karena kamu sudah sangat baik terhadap saya, saya akan berterima kasih untuk minumannya dan menawarkan untuk membalas kebaikanmu di tempat saya ... Sekarang!!! 1815 Darden Rd. Pergi ke sebelah kiri taman, ujung jalan, gerbang pertama. Apartemen # 4 ~Alex
Tamat.
Monday, September 3, 2012
Note I
Alex
melemparkan tas kulitnya ke kursi penumpang dan menghempaskan dirinya
di belakang kemudi mobil. Membayangkan mandi air hangat dan makan malam
lezat akan sedikit mengurangi semua kelelahannya hari ini. Saat akan
keluar dari tempat parkir, Alex sekilas melihat sebuah kartu berukuran
8x5 cm yang terselip di bawah wiper blade mobilnya. Biasanya dia akan
terus mengemudi dan membiarkan angin menerbangkannya, tetapi kali ini
catatan itu terlihat seperti sebuah note dengan tulisan tangan
seseorang.
Aku tahu kamu akan dan ingin mengikuti petunjuk ini. Hanya malam ini kamu dapat bertemu denganku. Aku pikir kamu mungkin akan menghargai undanganku. Kita berbagi teman yang sama, dan aku yakin kita bisa berbagi banyak hal yang lainnya lagi. Dakota Club, 9:00 pm, berdirilah di depan bar. Kenakan pakaian yang pernah kamu pakai di pesta Natalie tiga minggu lalu. "S"
Alex
kembali membaca catatan itu untuk yang ke tiga kalinya, suara dengungan
mesin mobil, musik yang menggelegar. Dia melirik jam di atas dashboard, 6:00
pm. Tak ada tanda tangan, hanya inisial “S”. Dari mana orang ini tahu
tempatnya bekerja? Terlebih dia bisa tahu yang mana mobilnya. Matanya
melihat sekeliling dengan cepat. Sialan! Dia pasti sedang dikerjai!
Pikirnya. Ini pasti lelucon, dia menyimpulkan. Salah satu teman gilanya
ingin membuat dia terlihat konyol berkeliaran di bar gay. Jika dia
benar-benar muncul mereka tidak akan pernah membiarkannya hidup lagi.
Lagi pula, mana ada orang yang mau bertemu dengan orang asing hanya
berdasarkan beberapa baris kata pada sebuah catatan kecil? Pestannya
Natalie adalah pesta penggalangan dana, malam itu dia mengenakan Stella
mccartney Wool, Boyfriend Blazer, dan Blue jeans yang sengaja dia beli
di mall dekat tempat tinggalnya.
Mobilnya
berbelok memasuki tempat parkir yang terletak di basement apartment,
mencaci dirinya sendiri karena terbawa suasana. Itu adalah lelucon dan
dia hanya akan pergi keluar untuk menangkap penjahat, menjebloskan
mereka ke penjara, minum beberapa gelas bir dengan teman, dan pulang
pada jam yang biasa.
Sesampainnya
di rumah, dia mengisi perutnya dengan melahap pizza sisa makan malam
dari malam sebelumnya, mengecek rekaman pesan di telepon, memilih
beberapa surat tagihan, dan membuang sisanya sebelum mengisi bak mandi
dengan air hangat dan menambahkan gelembung ke dalamnya.
Dia menemukan setelan hitam dalam kantong pakaian bersih yang
mengingatkannya lagi pada catatan kecil tadi. Mengapa semua lelucon ini
menjadi sedikit lebih mencurigakan? Bagaimana jika memang ada seseorang
yang ingin bertemu dengannya? Dia mempertimbangkan untuk pergi dan
beranjak untuk mempersiapkan jas dan celana jins. Tapi kemudian urung
melakukannya.
"Ini
bisa menunggu." Gumamnya, yang sangat diinginkannya saat ini adalah
mandi. Air hangat berbusa segera menenangkan setiap otot dan sisa-sisa
stresnya. Alex menutup matanya dengan handuk hangat, membiarkan
pikirannya melayang kembali ke pesta malam itu. Banyak wanita, dia
minum terlalu banyak, menari hingga kakinya terluka, kemudian menari
bertelanjang kaki sampai hanya dia dan beberapa teman yang tersisa. Dia
tidur di salah satu kamar anak Natalie, dan meninggalkan rumah itu
pagi-pagi sekali. Sedikit pusing, dan sangat membutuhkan makanan dan
tidur di tempat tidurnya sendiri. Tentunya dia tidak menari sendirian
sepanjang malam, ada beberapa perempuan yang menemaninya tetapi dia
tidak dapat mengingat mereka sama sekali.
Dia
mempertimbangkan untuk menghubungi Nat, melihat apa pendapat-nya
tentang catatan pesan tadi, dan bertanya siapa saja perempuan di pesta
itu dengan nama depan atau akhir dengan hurup S. Tapi rasannya ini
tidak akan berhasil. Catatan ini dapat di buat oleh orang iseng mana
saja, dan bahkan mungkin S bukanlah hurup awal atau akhir. Benar-benar
tidak penting. Dia akan mencari tahu dengan cara lain saja. Alex
memutuskan membiarkan masalah itu sebentar, rasa kantuk mulai
menghinggapinnya. Bagaimana nyamannya tidur, tersuspensi dalam air
hangat, kepalannya terangkat tinggi di sangga bantal, membuatnnya aman
dan tidak mungkin tenggelam.
Tertidur
hingga air terasa dingin dan mengutuk dirinya sendiri saat melihat jam
dinding, tidak ada waktu untuk memilih-milih pakaian. Mengenakan
setelan hitam, menyisir rambutnya yang basah dan mengenakan sepatu
dengan tergesa-gesa. Dia melaju di jalan menuju Dakota Club yang hanya
berjarak 2 km dari tempat tinggalnya. Sebenarnya dia tau, dia mempunyai
pilihan untuk tidak datang dan membiarkan godaan itu lewat. Tetapi di
lain pihak, rasa keingintahuannya sebagai seorang detektif mendorongnya
untuk mencari tau.
Tempat
parkir tidak begitu luas, dan pada hari-hari sibuk seperti ini akan
sedikit sulit mendapatkan tempat parkir yang strategis. Tetapi
untungnya ada tempat parkir yang baru saja kosong tepat di samping
pintu keluar. Alex memutuskan untuk duduk di dalam mobil sampai jam
8:45. Sekali lagi pikirannya mengembara ke pesta malam itu,
membayangkan setiap wajah dan tetap tidak menemukan siapa pun. Meski
terlambat, terpikir olehnya untuk melihat mobil-mobil yang diparkir
atau baru datang, apakah dia bisa mengidentifikasi salah satu dari
mereka sebagai milik Miss "S" atau mobil mana saja yang nampak
familier.
Terlalu
gelap, dan sekarang dia ada di sana, tampaknya kecil kemungkinan
teman-temannya akan pergi ke pinggiran kota hanya untuk menyelipkan
catatan kecil di kaca depan mobilnya, bahkan sebagai sebuah lelucon
ketika mereka dengan mudah bisa mengangkat telepon dan mengajaknya
untuk makan malam atau minum. Para tingles dalam perutnya, dalam
sekejap tumbuh menjadi kelelawar yang cukup besar, mengepakkan sayap
mereka dan mendorong-dorong tulang rusuknya. Membuat perutnya kesemutan
dan mendadak mulas. Alex melihat jam tangannya, 10 menit. Cukup waktu
untuk pulang dan menonton program TV favorit, atau masuk ke dalam bar,
minum satu dua gelas sambil menunggu apa pun yang akan terjadi pada
pukul sembilan. Kelelawar di dalam perutnya memilih alkohol, dan dia
mengeluarkan SIM-nya, selembar uang dua puluh dolar, dan mengunci
tasnya di bagasi. Begitu sampai di dalam, dia langsung menuju toilet,
sengaja tidak melihat kiri dan kanan atau mencoba mengenali wajah-wajah
yang ada di dalam bar. Tepat jam 8:57. Alex memesan tequila, bartender
dengan cekatan menyiapkan pesanannya.
“Make that two, please.” Kata seorang perempuan yang baru saja duduk di sebelahnya.
Alex menyaksikan tangan-tangan yang terawat berhiaskan cincin berlian dan batu bertatahkan pelangi di jari manisnya.
"Anda ingin dua untuk Anda sendiri, atau dua untuk anda berdua?" Isyarat Bartender kepada mereka sebagai pasangan.
Alex
berpaling kepada perempuan tersebut untuk klarifikasi. 'Glamour' Kata
yang segera melompat ke dalam pikiran Alex saat dia mengamati teman
duduknya. Sebuah surai emas dan rambut sewarna tembaga mengilap
membingkai wajah samar-samar yang terlihat sedikit akrab. Matanya
terlihat hijau jernih saat perempuan itu menatap langsung kepadannya,
mengangkat satu alis terpahat rapi, sudut bibir yang mengkilap sedikit
tertarik ke atas dan membentuk seringai, kemudian berbicara kepada
bartender,
"Dua minuman, untuk kami berdua."
Bersambung...
Thursday, June 28, 2012
For Colored Girls
Gara-gara gak bisa tidur, akhirnya saya semalaman hanya duduk di depan tv dan mengganti-ganti channel memilih film untuk ditonton. Apa yang harus saya tonton? Film thriller, horror, drama, atau mungkin discovery chanel dan sebangsannya? Atau sesuatu yang ringan dan bisa membuat saya tertawa. Komedi drama misalnya. Dan saya akhirnya memilih film drama yang bercerita tentang wanita kulit hitam.
For Colored Girls menjadi pilihan saya. Saya tertinggal beberapa menit di awal film, tetapi masih bisa mengikuti alur cerita. Sebuah drama karya Tyler Perry yang diangkat dari naskah panggung Ntozake Shange yang berjudul “For Colored Girls Who Have Considered to Suicide When The Rainbow Is enuff” di tahun 75.
Di Jamannya drama ini begitu sukses dan memberikan penulisnya 2 Toni Award. Terus terang awalnya saya tidak begitu antusias menontonya, sesekali saya ganti chanel mencari film yang lain. tetapi salah satu hal yang membuat saya tertarik menonton film ini adalah deretan cast-nya. Seperti Thandie Newton , Loretta Devine , Kimberly Elise , Whoopi Goldberg , Janet Jackson , Phylicia Rashad , Anika Noni Rose , Kerry Washington , Tessa Thompson , Michael Ealy , Macy Gray dan Omari Hardwick. Namun setelah di diperhatikan dengan seksama, setiap dialog adalah puisi yang sangat menyentuh.
Di Jamannya drama ini begitu sukses dan memberikan penulisnya 2 Toni Award. Terus terang awalnya saya tidak begitu antusias menontonya, sesekali saya ganti chanel mencari film yang lain. tetapi salah satu hal yang membuat saya tertarik menonton film ini adalah deretan cast-nya. Seperti Thandie Newton , Loretta Devine , Kimberly Elise , Whoopi Goldberg , Janet Jackson , Phylicia Rashad , Anika Noni Rose , Kerry Washington , Tessa Thompson , Michael Ealy , Macy Gray dan Omari Hardwick. Namun setelah di diperhatikan dengan seksama, setiap dialog adalah puisi yang sangat menyentuh.
Secara struktural, For Colored Girls merupakan rangkaian 20 puisi, yang secara kolektif disebut "choreopoem." Shange's poetry mengungkapkan banyak perjuangan dan rintangan yang perempuan Afrika-Amerika hadapi sepanjang hidup mereka. Dengan satu latar belakang tempat yang sederhana, sebuah apartemen. Seorang wanita single yang bijak, seorang wanita dengan “abusive relationship” dan wanita lainnya mencari cinta melalui sex dengan banyak pria. Sementara ada yang begitu relijiusnya dibalik semua masa lalu yang kelam, dengan anak yang hamil diluar nikah. Wanita karir dengan suami yang ternyata gay, pekerja sosial, korban perkosaan berkumpul menjadi satu.
Beragam cerita dimana kemudian mampu mengumpulkan banyak karakter dengan plot yang berbeda menjadi satu kesatuan utuh pada akhirnya.
Kepiawaian setiap pemeran For Colored Girls seakan membuat saya masuk dan bisa merasakan luapan emosi setiap karakter pemainnya. Untuk saya film-film seperti ini selalu menarik. Karena dibalik cerita tentang hidup yang terlihat pahit dan suram tersimpan sebuah semangat yang mampu membangkitkan.
Friday, May 18, 2012
Stranger III
Aku bergegas pulang,
mencuci rambut, mengenakan baju merah dan mencari celana hitam namun tidak berhasil menemukannya di mana pun. Sialan! Di mana aku meletakannya? Tak ada waktu lagi aku
memutuskan untuk mengenakan rok hitam. Tersenyum pada diriku sendiri saat berdiri
di depan cermin, stoking hitam dan sedikit make-up.
Melirik jam, baru sadar sudah jam 18:45. Seharusnya sudah berangkat. Aku memutuskan untuk berjalan ke bar karena cukup dekat, hanya beberapa blok dari tempat tinggalku. Aku mungkin akan memesan minum untuk membuatku sedikit lebih santai dan menunggu Ris.
Sesampainya di bar tepat pukul 07:00, aku disambut Sue di depan counter. Aku memesan anggur putih, melirik sekeliling, satu kelompok orang di sebelah bawah bar, beberapa orang di salah satu stand dan beberapa anak perempuan di sudut agak gelap. Ada lagi sekelompok perempuan di ruang sebelah kolam renang tapi mereka semua memakai pakaian hitam atau t-shirt putih.
Duduk menunggu, senang bahwa Sue sedikit sibuk karena aku sedang tidak ingin banyak bicara. Aku ingin mengamati pintu masuk, tanpa terlihat terlalu jelas, jadi aku duduk di samping meja, melirik pintu setiap kali terbuka.
Sedikit ramai dengan aliran orang yang datang. Sebagian besar pendatang baru, laki-laki dan aku lega melihat bahwa beberapa bilik masih kosong. Akhirnya pintu terbuka dan aku melihat kemeja ungu dan jeans biru, seorang perempuan berjalan masuk. Aku tidak dapat menahan hatiku sedikit terenyah melihat tampilan maskulinnya, tinggi, rambut pendek, tato terlihat di lengan atasnya dan aku melihat lurus ke arah wajahnya.
“Kenapa
kau tidak membiarkan dia memberitahu bagaimana rupanya? " aku memarahi
diriku sendiri, terlambat.
Aku tersenyum menyambutnya dan matanya berbinar saat ia melenggang ke arahku. "Well, dia terlihat cukup senang." Pikirku dengan cara yang sedikit tidak puas.
"Hai. Aku sudah menunggumu," Aku berusaha menjaga senyuman senormal mungkin. "Kamu
ingin minum apa?" Dia sedikit terkejut, sebelum dia duduk di kursi
sebelahku.
"Bisa VB, terima kasih, sayang." Katanya kepada Sue yang tau-tau sudah ada di depan kami. Aku terkejut, aku pikir Ris menyukai anggur. Sebelum aku bisa berkomentar, pintu terbuka dan aku melirik ke samping, rasannya menjadi kebiasaan. Aku terkejut melihat Pat masuk dan berdiri persis di pintu. Cahaya remang-remang tapi aku mengenalinya, kemeja hijau itu warna ideal untuk rambutnya.
Aku sadar dia tidak bisa melihat wajahku karena cahaya dari bar di belakang kepala ku. Tapi dia melihat Ris dan aku dari atas ke bawah, dan sedikit lebih lama mengamati rok mini yang aku kenakan.
“Aha! She’s a leg person.” Pikirku sambil
tersenyum.
Matanya beralih dari kami,
saat ia melihat sekeliling. “Ada
janji dengan seseorang." aku menduga dan tiba-tiba merasa cemburu dengan
wanita yang sedang dia cari.
Aku berbalik kembali ke Ris dan berharap bahwa aku hanya sedang berimajinasi melihat lirik an penuh harapan di wajahnya.
"Jadi. Kamu sedang Menungguku sayang?" dia berkata dengan lirik yang pasti dan aku menghela napas lega, mengetahui sekarang bahwa ini bukan Ris. Aku tahu bahwa telepon dapat menyamarkan suara, tapi suara dan terutama kata-kata yang biasa digunakan terlalu berbeda dari Ris.
"Aku pikir, aku harus meminta maaf." aku memulai sopan "Aku benar-benar hendak bertemu dengan seseorang untuk pertama kalinya malam ini dan ia mengenakan atasan ungu. Jelas aku telah melakukan kesalahan."
"Kenapa! Siapa nama dia?" Bertanya dengan nada sedikit agresif.
"Kenapa? Siapa nama kamu?" Aku bertanya. Dia ragu-ragu tetapi sadar dia tidak memiliki harapan menyebutkan nama yang benar, jadi dia bilang namanya Ricky.
"Well, it was nice to meet you Ricky, tapi aku lebih baik terus mencarinya sekarang." Aku berbalik dan bejalan sampai samping pintu. Aku tahu Ricky sedikit enggan pergi, tetapi setelah ragu-ragu sedikit, dia melangkah pergi ke ruang biliar. Aku mendesah lega sekali lagi tapi aku juga merasa ketakutan, karena aku bertanya-tanya apakah Ris nyata.
Posisiku sekarang memberiku keleluasaan melihat tempat Pat yang berada lebih bawah dari bar dan Aku melihatnya mengangkat gelas dan menyesap minumannya. Dia sedikit menegang seolah-olah sadar sedang diawasi. Dia menoleh, tajam dan aku melihat ekspresi terkejut di wajahnya karena dia sadar siapa aku. Aku melihat kesenangan diganti kejutan dan dia tersenyum dan mengangguk. Aku melihat sekilas di sekitar bar dan melirik pintu, membenarkan dugaanku bahwa dia menunggu seorang teman atau lebih mungkin, kekasih. Aku tidak merasakan kepuasan mengetahui aku sudah benar dalam anggapan terakhirku bahwa dia gay. Aku hanya merasa sedikit penyesalan kesempatan yang hilang.
Sue menuangkan minuman untuk ku lagi dan kami mengobrol sebentar, basa basi sedikit untuk menghilangkan rasa frustrasi dan kekecewaanku setiap kali melihat pintu dibuka. Aku melihat Pat masih duduk sendiri dan sering melirik pintu masuk. Kencannya juga belum tiba.
Aku harus pergi ke kamar mandi, jadi aku meminta Sue untuk melihat siapa saja yang memasuki bar dengan mengenakan atasan ungu. Aku mencuci tanganku ketika Pat berjalan masuk.
"Kencannya tidak juga muncul?" aku membuka percakapan.
"Tidak." jawabnya, ada nada khawatir dalam suaranya "Aku tahu dia dengan cukup baik dan aku tahu dia
tidak mungkin tidak muncul." Aku merasakan ada rasa nyeri pada saat dia
berbicara tentang pasangan yang jelas dicintainya. Aku mencoba untuk menutupinya dengan mengatakan bahwa aku juga khawatir tentang penampilan non-kencanku.
Aku kembali ke bar dan menerima gelengan kepala dari Sue. Ketika Pat kembali, dia mengambil gelas dan minta untuk bergabung dengan ku
"Kita mungkin bisa ngobrol sementara kita menunggu," dan, setelah menerima senyum dan anggukan, dia menarik kursi dan duduk di atasnya, sedikit menyenggol lututku saat melakukannya. Hampir seperti sengatan listrik, aku bertanya-tanya bagaimana dia bisa tidak memperhatikannya tapi, ketika aku melihat wajahnya memerah, aku tau dia menyadarinya. Mataku terus melayang pada rambut merahnya saat kita berbicara tentang hal-hal tidak penting. Kadang-kadang mempertahankan kontak mata untuk sepersekian detik lebih lama dari seharusnya.
Kami berdua berhenti melihat setiap kali pintu masuk terbuka dan aku berbicara tentang politik dalam gerakan perempuan ketika aku berhenti, benar-benar lupa apa yang barusaja aku bicarakan. Aku merasa tenggelam dalam matanya dan bibirku terbuka sedikit untuk mengakomodasi pernapasan ku lebih cepat. Dia tampaknya tidak menyadari aku akan berhenti bicara - bahkan ketika matanya turun melihat mulutku. Aku merasa diriku tertarik ke arahnya, kebutuhan dalam diriku yang luar biasa.
Bibirnya hangat seperti hembusan napas saat
menyentuh bibirku. Lembut, bukan tanpa
perasaan tetapi, pada saat ini, tanpa gairah. Singkat, eksplorasi kiss -
selesai hampir sebelum mulai, tetapi aku merasa jejak bibirnya terbakar
sendiri, mengelitik.
"Bisakah kita pergi ke suatu tempat yang lebih tenang?" Pat bergumam, "Aku tidak familiar dengan daerah ini."
"Kita bisa pergi ke rumahku, cukup dekat dari sini." undangku. Dia terlihat terkejut
“Ya... Mobilku ada di luar, apa kita memakai mobilku atau berjalan?” Hatiku berdebar dengan kegembiraan saat aku menyarankan dia untuk membawaku ke sana.
Aku mencari Sue untuk
mengucapkan selamat tinggal - tapi ia tidak ada. Kami berjalan keluar dan Pat membuka
pintu mobil untukku, kemudian duduk di
depan kemudi. Dia baru saja menyalakan mesin ketika Sue melaju sampai di
mobilnya dan parkir di sebelah mobil Pat. Dia melihatku,
"Off sekarang Vee?" Tanyanya. Pat menatapku dengan heran.
"Apakah wanita
dengan atasan ungu akhirnya muncul?" aku melihat Sue melewati
Pat.
"Sayangnya tidak." Jawabku sambil menggelengkan kepala.
"Sampai nanti Vee, Bye." Dengan senyum pada kami berdua. Dia berjalan kembali ke bar. Pat mematikan mesinnya dan aku menatapnya penuh Tanya.
"Sayangnya tidak." Jawabku sambil menggelengkan kepala.
"Sampai nanti Vee, Bye." Dengan senyum pada kami berdua. Dia berjalan kembali ke bar. Pat mematikan mesinnya dan aku menatapnya penuh Tanya.
"Vee?" Tanyanya dengan nada berbeda.
"Ya?" Aku tidak sepenuhnya mengerti dengan pertanyaannya.
"Apakah kamu memiliki celana hitam?" Yang membuatku semakin kebingungan
"Yaa... aku benar-benar harus memakainya malam ini tapi tidak bisa menemukan benda sialan itu di mana-mana. Mengapa? " Tersenyum?
"Aku memiliki masalah yang sama, tetapi dalam kasusku ini bagian atasku yang seharusnya aku kenakan malam ini, mmhh.. Yang berwarna ungu, sedikit kotor. "
Aku menatapnya dengan takjub, "Ris? Tetapi Sam memanggilmu Pat? "
"Ya, aku tahu. Sam sahabat lamaku, itu adalah panggilanku waktu masih sekolah. Dan sekarang orang-orang lebih memilih memanggilku Ris."
Kami saling memandang tak mampu bicara. Tanganku terangkat, ragu-ragu, turun lagi. Mulutnya terbuka untuk berbicara, lalu menutupnya lagi. Kami berpaling dan kemudian kembali lagi dan mata kami bertemu dan dua perasaan yang sama sekali berbeda; cinta untuk orang yang dikenal dan daya tarik terhadap orang tak dikenal, menyatu dan menjadi satu. Aku mengangkat tangan sekali lagi dan, kali ini, aku membelai pipinya.
"Ris," aku memulai - secara naluriah memanggilnya dengan nama itu, "Aku mencintaimu, dengan sepenuh hati. Apakah kamu mau mengantarku pulang sehingga kita dapat lebih mengenal satu sama lain? "
"Ya..." Dia tersenyum nakal, "Sepanjang akhir pekan sudah cukup sebagai awal kan? Aku harap kamu memiliki banyak makanan di rumah, karna aku tidak mau harus keluar dan... "
Tamat
Subscribe to:
Posts (Atom)
Ahh... aku terlalu tua untuk merasa sepatah hati ini, dan lucunya semua ini salahku. aku mempunyai seseorang yang bertahan denganku sela...
-
Temen saya cerewet sekali, apa-apa sms. Kali ini dia sms lagi... Sms : "Sooo... Puyeeeeenngg!!?" Aku : "Dagorin."...
-
Oh... waaw.... Sepertinya saya sudah menjadi anak yang hilang, tersesat entah di mana. Seiring bertambahnya usia, kita terlalu malas meng...