Skip to main content

Madeline

Café sudah mulai sepi saat aku memutuskan untuk pulang. Malam yang membeku. Merapatkan jaket dan memasukan tanganku ke dalam saku sementara ujung bibir menjepit rokok yang tinggal setengahnya. Di langit, lekuk-lekuk awan seperti tak sabar melompat liar. Hampir jam 2 pagi ada kelengangan di luar, hanya klakson mobil dan sirine ambulan terdengar dari kejauhan. Gedung-gedung memagar langit, orang-orang kelelahan berusaha kembali pulang. Mungkin memang sudah waktunya pulang, perjalananku masih 3 jam untuk sampai di rumah.
Masih berdiri di pinggir jalan saat aku melihatnya, dia berdiri di bawah cahaya lampu, anggun, dengan senyum yang selalu indah, gaun yang sama yang dia kenakan pada malam terakhir aku meliahtnya. Aku tahu itu tidak mungkin dia.
"Halo Alex..." Tiba-tiba dia bicara, terlalu shock tanpa sadar rokokku jatuh dan membakar mantel yang aku kenakan. Dia bukan sekedar khayalanku, aku bisa mendengar suaranya dengan jelas.
“Kamu…? Ini tidak mungkin kamu” menggelengkan kepala berharap ini tidak nyata.
"Mengapa tidak? Kemarilah, sentuh!" Dia mengulurkan tangannya. "Aku bukan hantu, Aku hanya terlihat basah dan kedinginan. Kamu meninggalkanku sendirian.”
"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan," Aku tergagap.
"Ya, kamu tau maksudku" Aku menarik tanganku, terlalu takut untuk menyentuhnya. Mundur beberapa langkah dan hanya segera pergi dari situ yang ada di dalam pikiranku.
“Alex…” Panggilnya lagi dan aku sudah membalikan badan lari secepat mungkin meninggalkannya di sana.
Aku tau, kembali ke dermaga ini lagi adalah hal yang paling bodoh untuk dilakukan. Jangan sekalipun pernah kembali ke TKP. Begitulah biasanya pembunuh tertangkap. Jangan pernah kembali.
Aku yakin, dia sudah mati, dan seharusnya dia membusuk di dasar dermaga saat ini.
Malam itu kami bertengkar hebat dan tanpa sengaja dia terjatuh, kepalanya membentur pagar besi dengan cukup keras hingga tak sadarkan diri, atau mungkin juga mati. Aku terlalu panik untuk memeriksa denyut nadi, yang kutau darah mengalir cukup deras dari kepalanya. Malam sudah terlalu gelap ketika aku menenggelamkannya dengan jangkar yang terikat di pinggangnya. Aku yakin ketika mereka menemukannya, aku sudah pergi jauh dari sini. Tapi itu sudah tiga minggu yang lalu.
Ketika aku tiba di dermaga, aku masih melihat sisa dari tali yang aku gunakan untuk mengikat jangkar ke tubuhnya sebelum aku buang dia ke dasar dermaga. Aku duduk, kakiku menjuntai di tepi. Melihat sekeliling dan cukup yakin tak seorang pun memperhatian. Hari sudah gelap dan terlalu sepi. Aku menanggalkan semua yang aku kenakan dan hanya menyisakan celana panjang, dan senter di tangan kananku.
Aku melihat sekeliling sekali lagi dan masuk ke dalam air dingin. Menyelam lurus ke bawah sekitar lima meter mencari-cari hingga aku melihatnya di sana perempuan itu, atau lebih tepatnya sisa-sisa darinya. Lega, aku menendang dasar air untuk kembali ke atas. Terengah-engah berusaha memenuhi paru-paruku kembali dengan udara.
"Mau saya bantu naik, Alex?"
Aku ditarik ke dermaga oleh sepasang polisi yang segera memamasangkan borgol di kedua tanganku.
"Temui Clara, saudara kembar Madeline. Clara bercerita tentang Anda, dan ketika Madeline tidak memenghubunginya selama berhari-hari, Clara curiga dan mengira kau melakukan sesuatu padanya. Saya benar-benar minta maaf harus seperti ini. Sekarang, mari ikut kami.” Salah satu polisi itu menjelaskan.

Comments

Anonymous said…
Keren flooooo! Bikin lagi doms <3
floo said…
Hehehehe... siyaaapp...

Popular posts from this blog

Lost Somewhere or Just Living My life?

Oh... waaw.... Sepertinya saya sudah menjadi anak yang hilang, tersesat entah di mana.   Seiring bertambahnya usia, kita terlalu malas mengurusi urusan temeh, drama yang tidak jelas. Fokus pada perjuangan kita sendiri untuk menjadi manusia sehingga setiap momen rentan, mungkin akan berumur pendek dalam ingatan. Saat kamu mencapai tingkat dalam hidup menjadi baik-baik saja, kamu merasa tidak memerlukan apapun lagi. Tapi Kenyamanan itu yang justru menimbulkan kebosanan.     But Sometimes, sometime... I miss those feelings, the freedom, the goosebumps when you see a new place, the joy of traveling, breathing air to your heart's content... being my self.

Stranger III

Aku bergegas pulang, mencuci rambut, mengenakan baju merah dan mencari celana hitam namun tidak berhasil menemukannya di mana pun. Sialan! Di mana aku meletakannya? Tak ada waktu lagi aku memutuskan untuk mengenakan rok hitam. Tersenyum pada diriku sendiri saat berdiri di depan cermin, stoking hitam dan sedikit make-up. Melirik jam, baru sadar sudah jam 18:45. Seharusnya sudah berangkat. Aku memutuskan untuk berjalan ke bar karena cukup dekat, hanya beberapa blok dari tempat tinggalku. Aku mungkin akan memesan minum untuk membuatku sedikit lebih santai dan menunggu Ris. Sesampainya di bar tepat pukul 07:00, aku disambut Sue di depan counter. Aku memesan anggur putih, melirik sekeliling, satu kelompok orang di sebelah bawah bar, beberapa orang di salah satu stand dan beberapa anak perempuan di sudut agak gelap. Ada lagi sekelompok perempuan di ruang sebelah kolam renang tapi mereka semua memakai pakaian hitam atau t-shirt putih. Duduk menunggu, senang bahwa Sue sedikit sibuk k...

The Curse

Rabu kemaren salah satu kawan menyebut nama saya jadi salah satu orang yang di kutuk juga... ternyata kutukan ini berisi 11 hal tentang saya dan 11 hal yang harus saya jawab, dan 11 pertanyaan yang harus saya buat... jadi sebenernya gak bener-bener 11 ya... klo di jumlahin malah jadi 33 biji. Haduuhh... Pagi-pagi dah dapet Per Er jugaaa... banyak pulaaa....  Baiklaahhh... ayo kita mulai kerjain Per Er nya... tapi sebelum nulis tuh, saya biasanya ritual dulu, ngopi dulu lah, ngerokok dulu lah, twitteran dulu lah, efbean dulu lah... hehehe... Akhirnya gak nulis-nulis. Canggih ya.... hehe...  11 tentang Floo : 1. Saya anak pertama dari 4 bersodara, entah mungkin karena anak paling gede nih, sejak kecil saya paling sering di suruh ini itu. Mulai ambil kayu bakar di hutan sampe gembala sapi... hehehe.. gak denk. Keluarga mempercayakan banyak hal pada saya... termasuk mengurus diri sendiri. Dari zamannya saya masih SMU sampe kerja, saya ngekos (beli rumah belum mampu w...