Tuesday, October 27, 2009

Tanya tentang Orientasi Seksual: Kenapa Saya Gay/Lesbian?

Ada beberapa artikel menarik yang penah aku baca, dan salah satunya ini...
Informasi ini hanya sebagai kick start, untuk mendalami lebih jauh (search di internet, tanya psikolog indonesia, ahli ilmu sosial, tanya temennya yang kuliah di psikologi, sosiology, study gender (anak agung), budaya gay (anak agung).
Sumber informasi adalah American Psychological Association mungkin berguna sekali buat kamu yang masih bimbang atau kurang percaya diri akan seksualitas kamu, tapi bagus juga disimak buat yang (merasa) sudah mengerti.

1. Apa yang Dimaksud dengan Orientasi Seksual?
Orientasi seksual adalah ketertarikan emosional, romantik, seksual, atau rasa sayang yang bertahan lama terhadap orang lain. Orientasi seksual mudah dibedakan dari berbagai unsur seksualitas yang lain termasuk kebutuhan biologis, identitas jender (kesadaran psikilogis sebagai lelaki atau perempuan) dan peran-peran sosial berdasarkan jender (kepatuhan pada adat istiadat tentang perilaku lelaki atau perempuan).

Orientasi seksual terentang dari sepenuhnya homoseksual sampai sepenuhnya heteroseksual termasuk berbagai ragam biseksualitas. Biseks bisa mengalami ketertarikan emosional, romantik, seksual, atau rasa sayang pada sejenis atau lawan jenis. Orang yang memilki orientasi homoseksual sering disebut gay (bagi lelaki dan perempuan) atau lesbian (perempuan saja).

Orientasi seksual dapat dibedakan dari perilaku seksual karena orientasi seksual hanya mencakup perasaan dan kesadaran-diri. Seseorang dapat mengekspresikan atau tidak mengekspresikan orientasi seksual mereka dalam perilaku mereka.

2. Apa yang Menentukan Orientasi Seksual Seseorang?
Banyak teori tentang asal-usul orientasi seksual seseorang; sebagian besar ilmuwan saat ini sepakat bahwa orientasi seksual disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor lingkungan, kognitif dan faktor biologis. Pada sebagian besar orang, orientasi seksual terbentuk pada masa kecil. Akhir-akhir ini terdapat cukup banyak bukti yang mengatakan bahwa faktor biologis, termasuk faktor genetis dan hormonal memainkan peran cukup besar dalam seksualitas seseorang. Dapat disimpulkan: sangat penting untuk menyadari bawa banyak faktor yang menentukan orientasi seksual seseorang, dan faktor-faktor tersebut bisa berbeda untuk masing-masing orang.

3. Apakah Orientasi Seksual itu Pilihan?
Tidak, manusia tidak dapat memilih jadi gay atau straight. Orientasi seksual terbentuk pada masa awal remaja tanpa didahului pengalaman seksual. Meskipun kita dapat memilih untuk mengikuti atau tidak mengikuti perasaan (orientasi seksual) kita, psikologis tidak menganggap orientasi seksual itu sesuatu yang dapat dipilih secara sadar dan dapat diubah dengan bebas.

4. Dapatkah Terapi Mengubah Orientasi Seksual?
Tidak. Meskipun sebagian besar homoseksual hidup bahagia, beberapa homoseks atau biseks ingin mengubah orientasi seksualnya melalui terapi, seringkali karena tekanan keluarga, atau tekanan kelompok agama, dan berusaha untuk berubah. Kenyataannya homoseksualitas bukan penyakit. Homoseksualitas tidak memerlukan perawatan dan tidak bisa berubah.

Namun, tidak semua gay, lesbian dan biseks yang meminta bantuan ahli jiwa ingin mengubah orientasi seksual mereka. Gay, lesbian, dan biseks dapat meminta bantuan psikiater pada saat proses membuka diri sebagai gay atau dalam menghadapi syakwasangka terhadap gay, tetapi sebagian besar meminta bantuan ahli jiwa untuk masalah-masalah kehidupan yang juga dihadapi orang-orang straight.

5. Bagaimana dengan Terapi Konversi
Sejumlah terapist yang mempraktekan terapi konversi melaporkan bahwa mereka telah berhasil mengubah orientasi seksual pasien mereka dari homseksual ke heteroseksual.
Penelitian lebih dalam terhadap laporan-laporan ini mengungkapkan beberapa hal yang menimbulkan keraguan terhadap klaim-klaim mereka. Misalnya, banyak klaim keberhasilan tersebut berasal dari organisasi yang memiliki perspektif ideologi yang mengutuk homoseksualitas.

Terlebih lagi, klaim mereka tidak didokumentasikan secara baik. Misalnya, orang yang telah selesai dirawat tidak diamati dan dilaporkan perkembangannya dari waktu ke waktu, ini merupakan prosedur standar untuk menguji kesahihan perawatan penyakit kejiwaan apapun.

Asosiasi Psikolog Amerika prihatin terhadap terapi-terapi yang dapat merugikan pasien. Pada tahun 1997, Dewan Perwakilan Asosiasi mengeluarkan resolusi yang menegaskan penolakan terhadap terapi yang homophobic tersebut dan menegaskan hak pasien untuk mendapatkan perawatan yang tidak bias dan hak untuk menentukan sendiri. Setiap orang yang mengikuti terapi memiliki hak untuk mendapatkan perawatan dalam lingkungan yang netral, profesional, dan tidak bias sosial.

6. Apakah Homoseksualitas itu Penyakit Kejiwaan atau Problem Emosional?
Tidak. Psikolog, psikiater, dan ahli kejiwaan yang lain sepakat bahwa homoseksualitas bukan penyakit, kekacauan mental atau problem emosional. 35 tahuin penelitian ilmiah yang dirancang secara baik dan obyektif telah menunjukkan bahwa homoseksualitas itu sendiri tidak ada kaitannya dengan kelainan jiwa, problem emosional maupun problem sosial. Homoseksual pernah dianggap sebagai penyakit kejiwaan karena ahli-ahli jiwa dan masyarakat mendapatkan informasi yang bias. Penelitian tentang gay, lesbian, dan biseks, di masa lalu hanya melibatkan orang-orang yang mengikuti terapi, jadi mengakibatkan kesimpulan yang bias. Ketika peneliti menelusuri data-data gay, lesbian, dan bisek yang tidak mengikuti terapi, gagasan bahwa homoseksualitas adalah penyakit kejiwaan ternyata salah.

Pada tahun 1973 Asosiasi Psikiater Amerika menyetujui pentingnya metode penelitian baru yang dirancang lebih baik dan menghapuskan homoseksualitas dari daftar resmi kekacauan jiwa dan emosional. Dua tahun kemudian, Asosiasi Psikolog Amerika mengeluarkan resolusi yang mendukung penghapusan tersebut. Selama 25 tahun terakhir, dua asosiasi ini mendesak ahli-ahli jiwa untuk ikut membantu menghilangkan stigma penyakit jiwa karena orang-orang masih mengaitkan penyakit kejiwaan dan orientasi homoseksual.

7. Dapatkah Lesbian, Pria Gay, Biseks Menjadi Orang Tua yang Baik?
Ya, penelitian yang membandingkan sekelompok anak-anak yang dibesarkan oleh homoseksual dan heteroseksual tidak menemukan perbedaan perkembangan antara dua kelompok tersebut dalam empat aspek yang menentukan: kecerdasan mereka, kemampuan menyesuaikan diri secara psikologis, kemampuan menyesuaikan diri secara sosial, dan popularitas di antara teman-teman mereka. Penting juga untuk disadari bahwa orientasi seksual orang tua tidak menentukan orientasi seksual anak-anaknya.

Mitos lain tentang homoseksual adalah dugaan yang salah bahwa pria gay mempunyai kecenderungan yang lebih kuat untuk melakukan perudungan seksual terhadap anak-anak. Tidak ada bukti bahwa para homoseksual lebih sering merudungi anak-anak di banding heteroseksual.

8. Mengapa Sebagian Pria Gay, Lesbian, dan Biseks Membuka Diri (Coming Out) Tentang Orientasi Seksual Mereka?
Karena berbagi rasa dengan orang lain mengenai aspek tsb (orientasi seksual) penting bagi kesehatan jiwa mereka. Proses perkembangan jati diri bagi lesbian, pria gay dan biseks yang dikenal sebagai membuka diri (coming out), ternyata terkait erat dengan penyesuaian psikologis semakin yakin akan identitas mereka sebagai gay, lesbian, atau biseks, semakin baik kesehatan mental mereka dan semakin tinggi rasa percaya/penerimaan diri mereka.

9. Mengapa Proses Membuka Diri (Coming Out) Sulit Bagi Sebagian Gay, Lesbian, dan Biseks?
Bagi sebagian gay dan biseks proses membuka diri ini sulit, bagi sebagian yang lain mudah. Seringkali lesbian, gay, dan biseks merasa takut, merasa berbeda, dan merasa sendiri ketika pertama kali menyadari bahwa orientasi seksual mereka berbeda dari norma-norma yang berlaku di masyarakat. Terutama jika kesadaran ini muncul ketika masih anak-anak atau remaja. Dan tergantung pada lingkungan keluarga dimana mereka tinggal, mereka harus berjuang menghadapi syakwasangka dan informasi yang salah tentang homoseksualitas. Anak-anak dan remaja terutama sangat rentan terhadap efek buruk dari bias dan sterotype (pukul rata). Mereka juga takut dicampakkan oleh keluarga, teman-teman, rekan sekerja, dan lembaga keagamaan. Sebagian gay, sering kali takut kehilangan pekerjaan atau diperolok di sekolah jika orientasi seksual mereka diketahui.

Susahnya, gay, lesbian, dan biseks menghadapi resiko yang lebih besar untuk diserang secara fisik dibanding heteroseks. Penelitian yang dilakukan di California pada pertengahan 1990an menunjukkan hampir seperlima lesbian yang berpartisipasi dalam studi tsb dan lebih dari seperempat gay yang diteliti telah menjadi korban kejahatan kebencian (hate crime) karena orientasi seksual mereka. Penelitian lain di California yang melibatkan 500 pemuda, separo dari pemuda yang berpartisipasi dalam penelitian tersebut mengakui bahwa mereka pernah mengalami serangan anti gay mulai dari diperolok sampai kekerasan fisik.

10. Apa yang Bisa Dilakukan untuk Mengatasi Syakwasangka dan Diskriminasi yang Dialami Pria Gay, Lesbi, dan Biseks?
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang paling bersikap positif terhadap pria gay, lesbi dan biseks adalah mereka yang mengenal satu atau lebih gay, lesbi atau biseks seringkali sebagai teman atau rekan sekerja.

Berdasarkan alasan ini, psikolog percaya bahwa sikap negatif terhadap kelompok gay adalah syak wasangka yang tidak berdasarkan pengalaman riil tetapi lebih didasarkan pada stereotype dan syak wasangka.

Lebih jauh, perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi sangat penting, seperti juga perlindungan terhadap kelompok minoritas yang lain. Beberapa negara memasukkan kekerasan terhadap seseorang karena orientasi seksual sebagai hate crime dan 10 negara bagian di Amerika memiliki undang-undang anti diskrimnasi yang didasari orientasi seksual

11. Mengapa Masyarakat Perlu Mendapat Informasi yang Benar Tentang Homoseksualitas?
Menyadarkan masyarakat tentang orientasi seksual dan homoseksual dapat mengurangi syakwasangka anti gay. Informasi yang akurat tentang homoseksualitas sangat penting bagi generasi muda yang menyadari untuk pertama kalinya dan ingin mengetahui seksualitas mereka baik homoseksual biseksual, maupun heteroseksual. Ketakutan bahwa informasi tersebut dapat menambah jumlah gay tidak berdasar informasi tentang homoseksualitas tidak menyebabkan seorang menjadi gay atau straight.

12. Apakah Semua Pria Gay dan Biseks Terinfeksi HIV?
Tidak. Ini mitos yang banyak dipercaya. Kenyataannya resiko terinfeksi HIV lebih terkait dengan perilaku seseorang, bukan orientasi seksual seseorang. Yang paling penting untuk diingat tentang HIV/AIDS adalah HIV/AIDS itu penyakit yang dapat dicegah dengan perilaku seksual yang aman dan tidak mengkonsumsi narkoba.

Nah gitu deh teman2.. semoga berguna dan mungkin menjawab beberapa pertanyaan yang kaDang kita sendiri gak begitu mengerti jawabannya...


Take responsibility for the way you feel!

I had a conversation tonight that got me thinking about emotions and responsibility…

I think that we sometimes give other people too much power when it comes to the way that we feel. In truth, only we can make ourselves feel any certain way. Thus, we should avoid words that victimize ourselves. We can not feel rejected, betrayed, misunderstood, manipulated, etc., because that emotion doesn’t arise from you but rather from your response to someone else. When you use these words, you are giving other people power over your emotions. According to Deepak, you’ll attract people into your life that evoke these feelings–creating a vicious cycle.

You can, however, feel many other things–such as happy, or calm, or lonely… even jealous. You can genuinely feel lonely without another person making you feel that way. So, take responsibility for your emotions because it is very difficult to be happy without owning your emotions.

Ask yourself, “What do I need in this situation?” If your needs were being met, you wouldn’t be reacting so strongly. If you are feeling lonely, it is easy to take ownership of this feeling, and realize that you need love. It is difficult to ask for love from another person, but you can ultimately get it. Perhaps you will invite a friend out for coffee, or you will call a family member. This response is much different than feeling rejected–reducing yourself to a victim in some cruel game–and wallowing in your own self pity.

It is by chance we met, by choice we became friends.

Friendship is a strange thing---
we find ourselves telling each other the deepest details of our lives,
things we don't even share with our families who raised us.
But what is a friend? A confidant? A lover?
A fellow email junkie? A shoulder to cry on?
An ear to listen? A heart to feel?...
A friend is all these things...and more.
No matter where we met, I call you friend.
A word so small yet so large in feeling,
a word filled with emotion.

It is true great things come in small packages.
Once the package of friendship has been opened,
it can never be closed.
It is a constant book always written
waiting to be read and enjoyed.
We may have our disagreements, we may argue,
we may concern one another,
friendship is a unique bond that lasts through it all.

A part of me is put into my friends,
some it is my humor, some it is my listening ear,
some it is real life experiences, some it is my romanticism
but with all, it is friendship.

Friendships forged are a construct stronger
than steel built as a foundation,
necessary for life and necessary for love.
Friends----you and me
Our circle of friends and like that circle
There is no beginning or end...

Somebody Please Just Shoot Me....!


Oh please just shoot me in the face....!!!

reminder

- Aku sudah cukup bertahan selama 10 th ini - Aku tidak mau hubungan yg hanya pagi selamat pagi dan malam selamat malam tanpa berusaha salin...