Sunday, August 4, 2013

Java

Gadis ini bekerja di tempat yang sama dengan adikku lucy. Mereka memanggilnya Java, tipe workaholic yang terlalu banyak minuman kopi. Aku sedang duduk di rumah, chatting dengan salah satu temanku ketika ku lihat mobilnya berhenti di depan rumah. 
Now that surprised me. Pertama-tama, aku sedang tidak mengenakan apa-apa. Aku sudah setengah jalan ke kamar mandi ketika aku menyempatkan sebentar untuk memeriksa email terlebih dulu, jadi aku hanya menjatuhkan diriku di kursi dan, tentu saja, segera komputerku dibanjiri pesan singkat. Kedua, Java bekerja shiff malam dengan adikku, sehingga dia seharusnya istirahat di rumah, tidak berada di depan rumahku pada jam 01:30 di sore hari seperti sekarang. 
Aku yakin dia pasti tau bahwa lucy sedang pergi dengan pacar barunnya. Sial, kenapa dia tidak menelpon sebelumnya. Aku berbalik dan berdiri, mengenakan sepasang sandal, tersandung sudut ranjang di saat memasukan t-shirt ke dalam kepalaku. Bel pintu berbunyi, aku dengan buru-buru keluar dari kamar tidur. Aku tahu kakakku yang lain, baby, tidak ada di rumah karena aku tidak melihat toyotanya di jalan masuk. Aku membuka pintu dan di sanalah berdiri Java, sedikit kusut seperti baru saja bangun dari tempat tidur. 

"Hei, aku minta maaf karena mengganggumu, aku tidak punya telepon jadi aku tidak memberi tahu sebelum datang ke sini.." 

"Lucy sedang tidak ada di rumah?" 

"Ya, aku tau. Aku tidak datang ke sini untuk menemui lucy, aku datang untuk menanyakan sesuatu.." 

"Ada yang salah, Java? Kau ingin aku bekerja shift untuk mu? Tetapi aku bekerja full time sekarang di kota?" 

"Tidak, tidak. Bukan tentang mcdonald, happy." dia menunduk memandang kakinya dan tersipu sedikit. 
"Boleh aku masuk?" 

"Oh tentu, aku minta maaf." aku mempersilahkan dia masuk dan menutup pintu. Am i a dumb shit or what? 

"Aku berharap jika kita mungkin bisa pergi keluar bersama malam ini. Aku mempunyai sesuatu yang harus aku bicarakan denganmu," katanya. Matanya kadang-kadang bergerak naik dan ketika dia melihat aku menatap langsung ke arahnya, dengan segera memalingkan mukannya. Aku memberi isyarat mempersilahkan dia untuk duduk di sofa dan aku duduk bersila di sisi lain. 

"Ada apa, Java kamu dalam kesulitan?" 

"Tidak, tidak sama sekali. Akan butuh waktu terlalu lama untuk menjelaskannya sekarang, happy. Aku harus tidur lihat aku! Apakah antara pukul enam dan tujuh waktu tepat untuk menjemputmu?" 

Aku memandangnya. Seperti yang aku katakan, dia tampak lelah. Ada sesuatu yang berbeda dengan tingkah dan matannya. Aku sudah kenal Java selama lebih dari dua tahun. Dia mulai bekerja pada shift malam lucy dan sekarang dia adalah kepala kru lucy. Aku tidak terlalu sering bertemu dengannya ketika masih kerja di mcdonalds, karena kami berbeda shift. 

"Bisakah kamu memberiku sedikit petunjuk hal yang akan kita bicarakan nanti?" 

"Sungguh, aku lebih suka menunggu sampai kita punya waktu untuk membahasnya aku janji itu tidak buruk. Setidaknya aku tidak berpikir itu buruk." 

"Well, ok hon. Ini pasti penting sekali buatmu sampai harus jauh berkendaraan ke sini seperti ini. Lain kali kirim saja merpati pos..." dia tertawa, tawa gugup, tapi dia melihat langsung ke mataku. Mata yang bagus. 

"Terima kasih, kalau begitu sampai ketemu pukul tujuh." Dia berpamitan dan keluar, hampir terjatuh saat menuruni tangga. Pasti sangat kelelahan. Pikirku. Dia melirikku sebelum masuk ke dalam mobilnya. Nice car, too. Keluaran baru pontiac lebaron convertible. Ayahnya cukup kaya, dan dia masih tinggal dengan mereka. Aku menutup pintu dan kembali ke kamar. Aneh, pikirku. Aku mempunyai sekitar lima setengah jam sampai dia kembali. Banyak waktu untuk bersiap-siap. 

Matahari terbenam sekitar pukul 7 di arizona selama akhir september. Tidak ada cahaya yang tersisa, mobilnya jave memasuki halaman rumah. Sepanjang sore ini aku penasaran dengan apa yang akan dia katakan. Aku melihat tiga tetangga memeriksa melalui tirai mereka. Sial, pikirku. Aku melambai kepada mrs dolzone. Java tampak sangat berbeda dari sebelumnya. Dia tampak hidup. Rambut cokelat membingkai wajahnya dengan lembut dan bergaya. Dia mengenakan baju biru lembut dan celana pendek. Dia tidak perlu mengganti apapun untuk mengubah image nya, bagaimana dia membawa diri sudah sangat mencerminkan karakternya. 

"Hey happy! You ready?" dia berjalan menaiki tangga. 

"Ya tentu saja, aku sangat tidak sabar mendengar apa yang ingin kamu bicarakan." jawabku, dan dia hanya tersenyum. Dia berjalan kembali ke mobilnya, tanpa menatapku. Aku berjalan ke sisi penumpang dan dia menunggu untuk membuka pintu sampai aku benar-benar masuk ke dalam mobilnya. Kami mengambil rute timur yang tidak begitu padat. 

"Ke canyon lake?" aku bertanya. 

"Ya. Aku pikir tempat itu cukup tenang untuk bicara, jika kamu tidak keberatan." 

"Tentu saja. Aku tidak keberatan," kataku. Matanya mengernyit sedikit tetapi tidak mengatakan apa-apa. Kami melaju 15 mil route 88 ke arah danau. Canyon lake berada di pegunungan yang terletak di tonto national forest. Ada tiga danau sepanjang route 88. Yang pertama adalah Canyon Lake, Apache Lake, dan Roosevelt Lake. 

Java mengendarai mobilnya menuruni bukit, menyeberang jembatan dan berbelok ke kiri segera setelah area piknik pertama. Tidak terlalu banyak orang. Dia memarkir mobilnya dan kami keluar meregangkan otot sedikit. Udara malam terasa dingin di sini di tepi danau. Kami berjalan dan menemukan bangku taman untuk diduduki. Lampu-lampu dari tempat parkir memberi cahaya keemasan menimpa air danau. 

"Ok, now what's all this is about?" aku mencoba terdengar tenang. Sebenarnya, hampir mati penasaran dengan apa yang ada di pikirannya. 

Matanya menunduk lagi. "Aku harap kamu tidak keberatan aku ajak keluar malam ini, sementara kakakmu tak ada di rumah." 

"Tak apa, apakah ada masalah dengan lucy?" 

"Tidak, aku tau aku tidak akan bertemu lucy saat datang untuk bertemu kamu." 

"Jadi, untuk apa kamu ingin berbicara denganku?" 

"Aku ingin mengenal kamu lebih baik, happy, kalau kamu tidak keberatan." Aku menggigit bibir bawahku. Java adalah anak yang sangat manis. Aku hanya bisa berkata, "oh?" 

"Itu saja." dia tidak memberikanku rincian 

"Kenapa... Kenapa kamu tidak pernah menyebutkan hal ini sebelumnya?" 

"Aku mungkin memiliki banyak kepercayaan diri di tempat kerja, happy, tapi dalam kehidupan pribadiku, aku sangat malu dan aku tidak ingin seluruh dunia tahu bahwa aku tertarik padamu. " dia segera menambahkan, "Aku tidak ingin terlihat bodoh. " 

"Aku tidak pernah melihatmu keliatan bodoh Java." 

"Yah, aku tidak ingin orangtuaku tau kalo aku menyukai sesama perempuan, kau tahu?" 

"Apa lucy tahu tentang ini?" 

"Tidak!" wajahnnya bersemu merah. "Lucy tidak tahu kalo aku .. Ok, kalo aku tertarik kepadamu." 

"Aku pikir kamu harus lebih terbuka tentang perasaanmu Java apalagi dengan lucy,.. Dia bisa membantumu." di dalam hati aku menendang diriku sendiri untuk mengubah topik pembicaraan. 

"Aku tidak pernah bisa melakukan itu sementara aku tinggal bersama orang tuaku, happy. Mereka tidak akan pernah mengerti akan beda masalahnya kalo aku tidak tinggal dengan mereka. Aku mempertaruhkan banyak dengan datang menemuimu, aku tahu tapi aku merasa bahwa kamu akan mengerti. " 

"Kau tahu bahwa lucy dan baby harus tahu, Java. Aku tidak menyimpan rahasia dari mereka.. Tapi mereka tidak akan memberitahu siapa pun, aku pastikan itu ." Dia akhirnya berbalik menatapku dengan wajah paling lembut yang pernah aku lihat. "Jadi, tidak apa-apa jika kita sering bertemu?" 

Sekarang giliran wajahku berubah merah. Aku ingin mengatakan, aku mencoba untuk mengatakan, look java… aku tidak biasanya pergi berdua. Saat melihat langsung matannya aku hanya bias berkata, "Eh, tentu." 

"Kamu ingin kita berhubungan tanpa orang lain tahu?" Dia tersipu lagi. Sialan! "Mungkin kamu dapat membuatku sedikit lebih percaya diri untuk bisa melaluinya, untuk lebih terbuka." Sekarang dia benar-benar membuatku terkejut. Aku tidak pernah berpikir ada seorang gadis yang lebih percaya diri karena berada di dekatku. 

"Yah, kita punya waktu sepanjang malam Java. Apa yang ingin kamu lakukan sekarang? 

"Aku ingin mengenalmu lebih baik," katanya. I thought, ya tuhan... Anak ini. Aku tidak terbiasa dengan ini semua. Perempuan pemalu yang selalu bersemu merah ini, sikap segar dan terus terangnya. Jadi aku bertanya, "Bagaimana tepatnya kamu ingin kita lebih mengenal satu sama lain, Java?" 

Dia tidak mengatakan apa-apa pada awalnya. Lalu ia berdiri, berbalik dan duduk disampingku. Jantungku berdebar-debar. Mataku terbuka lebar. Kedua tanganku berkeringat. Aku tidak percaya ini terjadi padaku. Dan satu kecupan lembut di bibirku. Untuk pertama kalinya dalam hidup ku, aku kehilangan kendali. Yang bisa kulakukan adalah tersenyum bodoh. 

"Apakah itu sudah cukup sebagai awal happy?" Dan aku hanya bisa berkata, "Oh ya aku pikir. Begitu." Perhatikan bagaimana aku pintar menghadapi situasi seperti ini. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, atau apa yang aku rasakan jika aku harus merasa atau mengatakan sesuatu,atau apa pun itu. Dia tersenyum padaku dan hatiku berdetak lain, bukan karena dia pemalu. Aku sudah pernah jalan dengan gadis-gadis pemalu dan tenang sebelumnya. Bukan karena dia salah satu teman lucky. Aku telah beberapa kali jalan dengan teman-temannya di masa lalu. Bukan karena dia menciumku, aku telah mencium perempuan ratusan kali. Bukan karena dia selalu tersipu tidak, bukan itu, tidak sama sekali. Namun sekarang di sini duduk dengannya, aku tidak percaya gadis ini ingin bersamaku. Bahkan lebih. 

Dia tersenyum padaku lagi. "Kamu tidak terlalu banyak bicara. Apakah itu pertanda baik?" 

"Iya...." Dia tampak begitu lembut di bawah cahaya lampu. Aku bisa merasakan diriku gemetar.

Yogyakarta


Jogja tempat rangkaian sejarah, kisah, dan kenangan yang saling berkelindan di tiap ruas jalan. Bertahun sejak pertama kalinya menginjak kota ini... tidak banyak berubah. Dan selalu setiap kali pulang, ada yang tertinggal, ada yang hilang, ada yang melekat dalam ingatan, kenangan lama dan baru.
Kali ini saya menyusuri jalan malioboro tidak sendiri, ada tangan yang menggenggam bahkan sesekali memeluk diselingi candaan ringan. di sekitar kami orang-orang berdesak-desakan di sepanjang Jalan. Berdiri di trotoar bahkan meluber hingga badan jalan. Suasana begitu gaduh dan riuh. Tawa renyah saling beradu dengan jerit klakson mobil, suara alunan gamelan kaset dan teriakan pedagang yang menjajakan dagangannya berbaur menjadi satu.
Aneka cinderamata buatan, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua di tawarkan. Kami berdua sesekali mencoba melihat-lihat. 

Berkeliling dengan becak adalah pilihan kami menikmati kota jogja sambil merasakan suasana yang lebih santai. Alun-alun selatan tempat beringin kembar juga tidak lupa kami datangi. Mencoba membuat satu keinginan dan menutup mata sambil melewatinnya. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik Kla Project. Aku bahkan berulang-ulang meminta lagu lain dari penyanyi yang sama. Sesekali mengajak ngobrol pengamennya saat dia istirahat menyanyika lagu-lagu yang kami pesan.
Pesona kota ini tak pernah pudar oleh jaman. Seperti kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang terhadap kota ini lah yang membuat eksotisme kota jogja terus berpendar hingga kini memaksa siapapun untuk terus kembali ke kesana.


~Yogyakarta, 2 Maret 2013



Given

I thought that love would be softer, sweeter and kinder. I found out with my first love that those thoughts were just a happy delusion. Fall...