Friday, November 25, 2011

Café Girl

Aku duduk di sofa nyaman yang terletak di sudut café. Berpura-pura menyibukan diri dengan membaca buku. Namun dalam kenyataannya, aku menatapnya. Dia duduk hanya beberapa meter dariku, di sofa yang tepat menghadap jendela.

Beberapa orang mengatakan: "Dia terlihat seperti malaikat." Atau, sesuatu seperti itu. Tapi, ketika melihatnya, aku melihat api. Dia memiliki rambut merah panjang yang tergerai di bahunya. Aku rasa, aku belum pernah melihat dia dengan ekor kuda sebelumnya. Meski aku yakin gaya rambut yang lain akan tetap terlihat bagus pada dirinya. Matanya sebagian besar tertutup dengan eye shadow gelap, tapi warna ini justru membuat mata birunya terlihat lebih indah. Bersinar seperti bulan di malam hari. Dia tidak pernah memakai lipstik dan dia tidak membutuhkannya, bibirnya merah alami, terlihat begitu menggoda. 

Siapa namanya? Untuk waktu yang cukup lama, aku hanya menatapnya dan berpikir: Apa nama yang cocok untuknya? Nancy? Nicky? Laura? Atau mungkin Monique? Sampai suatu hari aku mendengar teman-temannya memanggilnya Jackie. Aku kira namanya Jacqueline. Nama ini dengan tepat menggambarkan kecantikannya yang sempurna. 

Karena nama ini, aku tidak bisa tidur di malam hari. Aku berbaring di tempat tidurku dan ketika memejamkan mata, aku melihat wajahnya, mata birunya, senyumnya. Dia dalam mimpiku, hanya di sana, aku benar-benar bahagia. Hanya ada dia mencintaiku, dia membutuhkan aku, dia menciumku. Hanya di dalam mimpi, dia milikku. Hanya ada aku dan dia. Tanpa teman berisik nya, tanpa masalah kita, tanpa seluruh dunia. Hanya kami berdua. Kadang-kadang kita menari. Aku memeluknya dan menghirup aroma tubuhnya. Aroma kulit lembut. Dan hanya dalam mimpiku, aku bisa menyentuhnya. Dan kulitnya terasa seperti bunga pada ujung jariku. Begitu lembut dan indah. Sayang bahwa itu semua hanya mimpi. Kadang-kadang ketika perasaanku tak tertahankan, aku ingin melupakan semua ketakutanku dan pergi menghampirinya, mengatakan padanya apa yang aku rasakan, mengajaknya berkencan.

Kemudian aku berdiri dan berjalan mendekatinya. Beberapa langkah jarakku darinya,  dia memperhatikanku, sepertinya dia sudah tahu aku akan mengatakan sesuatu. Itu membuatku semakin gugup, dan membuat langkahku pun melambat bahkan terlalu lambat. Seorang pelayan cafe mengalihkan pandangannya dariku, dia lupa aku. Dan aku tau, bahwa aku kehilangan kesempatan berbicara dengannya kali ini. Hal seperti ini sering terjadi, tapi aku yakin - suatu hari nanti aku akan memiliki cukup keberanian dan aku benar-benar akan berbicara dengannya dan menceritakan apa yang aku rasakan. 

Aku sering bertanya pada diri sendiri: apakah dia tahu siapa aku? Apakah dia tahu namaku? Apakah dia mengenali aku ketika kita kebetulan naik di bus yang sama? Apa yang dia pikirkan tentang aku? Apakah dia seperti aku? Atau mungkin dia membenciku? Mungkin dia sudah tahu apa yang aku rasakan padanya dan dia mengira aku menjijikkan? Aku tidak berpikir aku akan pernah mendapatkan jawaban atas pertanyaan ini, tapi mungkin lebih baik begitu. Aku masih menatapnya. Sekarang dia menyalakan sebatang rokok. Bahkan ketika dia merokok dia tampak begitu cantik. Aku ingin tahu apa hobinya? Mungkin dia suka menari? Dia memiliki sosok yang sempurna untuk itu. Atau mungkin dia suka melukis? Sepertiku. Mungkin dia suka menggambar orang dengan wajah yang berbeda? Atau mungkin dia suka menyanyi? Aku yakin dia punya seribu talenta yang aku tidak tahu. 

Dia memalingkan wajahnya ke arahku dan sekarang dia menatapku juga. Dia melakukan itu karena dia bisa merasakan tatapan mataku di wajahnya. Dia menatapku seolah-olah dia bisa mendengar pikiranku. Aku berharap bisa mengambil gambar dia sekarang, jadi aku selamanya bisa tetap melihat kecantikan seperti ini dan tidak pernah melupakannya. Aku masih menatapnya dan dia tersenyum. Dia tersenyum padaku. Ini adalah pertama kalinya, seolah mengatakan: "Saya tahu, saya tahu segalanya..." Memberiku lebih banyak keberanian dan aku berdiri, mengambil buku-bukuku dan berjalan ke arahnya. Tapi apa yang akan aku katakan padanya? Haruskah aku langsung menceritakan apa yang aku rasakan? Sekarang aku begitu dekat dan dia masih menatapku. Dia tahu sekarang bahwa aku datang mendekatinya dan di matanya aku melihat kebingungan. Aku pikir aku tahu apa yang dia pikirkan: "Mengapa gadis ini menghampiriku, aku bahkan tidak kenal dia?." Atau sesuatu seperti itu. 

Aku sudah membuka mulut tapi urung mengatakan apa-apa, karena di belakangnya, ada perempuan lain. Tangan menutupi matanya dan dia tertawa. Tertawa penuh kebahagiaan dan berbalik melihatnya. Lalu dia memeluknya, mencium dan mengatakan bahwa dia mencintainya. Aku bahkan tidak berhenti berjalan, aku lurus melewatinya. Ini bukan untuk pertama kalinya, tapi aku merasa begitu buruk. Ingin menangis, tapi aku hanya menyeka poni dari mataku dan berjalan ke arah pintu keluar. Aku tahu, aku tidak akan pernah bersamanya. Dia tidak akan pernah memelukku atau menciumku, atau mengatakan bahwa dia mencintaiku, karena dia mencintainya. Tetapi aku tidak perduli, aku masih akan terus memikirkan dia. Karena dia adalah yang pertama bagiku.

5 comments:

Anonymous said...

Ah, floo!!

-DF-

floo said...

Ah Dhe... :-*

Unknown said...

Feels soft...

floo said...

Thanks Bii... ^_^

Anonymous said...

Dear my Dear,

Always NICE :D

Given

I thought that love would be softer, sweeter and kinder. I found out with my first love that those thoughts were just a happy delusion. Fall...